Jumat, 17 Februari 2012

Tentang Ahmad Wahib


Pertama aku membaca nama "Ahmad Wahib" dalam benakhku bertanya-tanya. siapakah ia? sebagai mahasiswa aku tidak mengenalnya dan mengetahui tentang dia. tersirat dalam pikiran ini sepertinya nama itu tidak asing. rasa penasaran ini menuntunku untuk mencari biografi dan artikel tentang Ahmad Wahib. mesin pencari  mengantarkan ke halaman web tentang Ahmad Wahid. ternyata ia bukan orang biasa, bukan seorang pragmatis sepertitiku. ia seorang pemikir dan selalu berkontribusi dalam hal pemikiran islam. 

Ahmad Wahid lahir 9 november 1942 di sampang madura , ayahnya adalah pemuka agama (sulaiman). ia berangkat kuliah ke Yogyakarta untuk kuliah di fakultas ilmu pasti dan alam universitas gadjah mada. ia juga mempelajari filsafat. ia mengikuti HMI di yogyakarta. Ahmad wahib adalah gambaran anak muda yang kritis dan selalu mencarai tentang keresahannya. tentang makna hidup, tentang renungan terhadap kondisi sekitar, tentang agama yang ia yakini namun masih mencari.  ia membentuk kelompok diskusi limited group yakni forum yang terdiri dari para pemikir seperti Dawam Raharjo, Djohan Efendi, Syu'bah asa, sayfullah mahyudin, djauhari muslim, kuntowijoyo, syamsudin abdullah, rendra, deliar nour, dan nono anwar makarim.  dalam group tersebut Ahmad wahib berdiskusi mengenai keyakinan dan tuhan.

ia menulis segala pemikiran, kontemplasi, dan renungannya melalui catatan hariannya. catatan hariannya yakni salah satunya yang menjadi bahan renungan saat ini adalah


15 juli 1969
aku belum tau apakah issam itu sebenarnya,
aku baru tahu islam menurut Hamka,
islam menurut Natsir
islam menurut abduh
islam menurut ulama-ulama kuno
islam menurut johan
islam menurut subki
islam menurut yang lain


dan terus terang aku tidak puas, yag kucari belum ketemu , belum terdapat.
yaitu islam menurut Allah, pembuatnya.


9 oktober 1969

aku bukan nasionalis
bukan katolik, 
bukan sosialis,
aku bukan budha
bukan protestan,
bukan westernis,
aku bukan komunis
aku bukan humanis


aku adalah semuanya.
mudah-mudahan inilah yang disebut muslim.
aku ingin orang memandang dan menilaiku 
sebagai suatu kemutlakan (absolute entity)
tanpa menghubung-hubungkan dari kelompok mana aku 
termasuk dari masa saya berangkat 


Ahmad wahid tidak sampai menamatkan kuliahnya. ia berangkat ke jakarta untuk bekerja menjadi reporter Tempo. ia masih aktif berdiskusi dan juga megikuti kuliah tentang filsafat.

31 maret 1973 tengah malam dia kecelakaan tertabrak motor didepan kantor Tempo. 

hingga hari ini catatan hariannya masih menjadi sumber kajian mengenai pemikiran pluralisme dan toleransi kehidupan beragama. hal tersebut adalah efek dan cerminan kehidupan beragama yang beranekaragam. sering terjadi konflik antara umat beragama. jangankan beda agama pada waktu itu (1970 an). saat ini satu agamapun sering terjadi konflik. entah itu aliran maupun kelompok tertentu yang mengatas namakan agama. pemikiran Ahmada Wahid  terbuka dan cenderung mengarahkan pada kedamaian. di Indonesia ada enam macam keyakninan yang diakui oleh negara. ada berbagai macam suku dan karena negara Indonesia adalah kepulauan. sehingga para pendatang dengan berbagai meisnia menwarakan ajaran agama yang dianut oleh pemleuknya hingga kini.  boleh jadi nenek moyang kita dahulu meyakini apa yang diyakini seperti apa yang kita yakini saat ini. boleh jadi seratus tahun lagi keyakinan itu akan berubah.

terlepas dari apa yang kita ketahui tentang Ahmad Wahid tentang pemikirannya tentu kita akan bertanya. bukankah latar belakang keluarga Ahmad wahid adalah sangat religius? dimana islam menekankan bahwa Al-quran adalah sumber dari segala pertanyaan logika manusia (bagi yang muslim). bahwa tidak ada keraguan padanya dan petunjuk bagi mereka yang bertakwa. bukankah sesuatu yang goib tidak bisa dijelaskan oleh alur logika manusia? dan bukankah toleransi beragama telah di ajarkan dalam Al-quran dengan memaknai "untukmu agamamu dan untukku agamaku". maka dari itu mengenai pemikiran-pemikiran Ahmad wahib mengenai toleransi adalah  hakekat dalam menjalankan kehidupan bernegara. dengan kata lain ia memberontak karena masih ada perbedaan yang masih ditonjolkan.  keberagaman agama, ras, suku, dan golongan tidak dapat dijadikan alasan untuk mengusik kedamaian sesama kita. sesama warga negara Indonesia.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar