Bersabar dan bersyukur
adalah kunci dalam menjalani hidup ini.
tinggal jauh dari kota dan gemerlap dunia. Sunyi sepi dan tentram dengan segala tumbuhan
di kebun dan sawah. Hanya suara ayam berkokok, bebek dan kambing yang mengmbek
mencari rumput yang aku dengar. Jalan di desa
berlubang dan diapit tanah dan rumput liar. Air sungai yang cokelat yang
dipakai untuk kehidupan ini setiap hari.
Hari-hari liburan semester ini
aku isi dengan aktifitas beternak unggas. Ada bebek, ayam, dan angsa. Meskipun
ada penyakit flu burung tetapi aku tidak khawatir. Yang terpenting adalah
memberi makan ternak dengan dedak, pur dan nasi basi dan tentu saja diberi
munum. Melihat tingkah laku binatang tersebut membuat kepenatan ini hilang. Jika lapar mereka akan berkokok (suara
ayam), berkowek (suara bebek) dan
berngoak (suara angsa). Tetapi jika sudah diberi makan mereka akan diam dan
bermain, ada juga yang tidur di halaman kebun.
Sore ini aku akan
berangkat ke yogyakarta. Melanjutkan tugas akhir yang belum selesai. Rencana
aku akan ke stasiun senen siang ini. aku
harus mampir dulu ke tempat kakak di jakarta mengantarkan mootor yang telah
kupinjam.
Dengan meminta doa restu
orang tua aku pamit dan lekas ke jakarta. Jarak sekitar dua jam perjalanan.
Sesampainya di tempat kakak aku menaruh motor dan melanjutkan perjalanan ke stasiun
senen. Aku menaiki metro mini namun karen takut tertinggak kereta aku
memutuskan turun dan menaiki ojek.
Aku menawar harga ojek 20
ribu
“ bang stasiun senen ya
ngebut, takut ketinggalan kereta nih”
“30 ribu dek”
“limabelas ribu bang mau
nggak?”
“ya udah duapuluh ribu
aja”
Terjadi deal dengan abang
k=tukang ojek
Baru sampai depan hotel
cempaka mas hujan turun, sia abang-abang ojek meminta untuk benrenti di halte
nunggu hujan reda, padahal jam setengah lima kereta berangkat. Itu artinya
tigapuluh menit lagi. Tetapi aku melarang abang-abang ojek untuk berteduh.
“lanjut aja bang, takut
ketinggalan kereta nih”
“tapi kalo make jas hujan
berentu dulu aja”
Eh sialnya tuh ojek meke
jas hujan yang bukan bentuk kelelawar,tetapi
bentuk singgel (egois baget nih tukang ojek). Aku tetep kehujanan dasar ojek dodol. Bagi
tukang ojek lain kali kalo bawa jas hujan yang model batman lah supaya sang
penumpang nggak kehujanan.
Sesampainya di stasiun
senen praktis baju dan celana basah, tetapi untungnya nggak sampe kuyup.
Setelah bayar ke tukang ojek langsung bergegas ke satsiun lewat bawah karena
jalur selatan.
Sebelumnya menyempatkan
untuk solat ashar dulu. Seperti andagium yang sudah terkenal di indonesia yakni
“kencing aja bayar” maka wudhu juga bayar di sini. Aku nggak ngerti kenapa yan
di Indonesia kalau fasilias umumnya bayar seperti wc di terminal dan beberapa
stasiun?
Setelah solat selesai aku
mengunggu di banggu di sekitar peron 3.
Iseng0iseng baca tikat, ehternyata tadi siang salahbaca. Ternyata keretanya
berangkat pukul 19.30 alias jam setengah delapan malam.
aku kira jam stengah lima soreh. Dasar bedebah
. mulai deh nasib ini tidak jelas terkatung-katung di stasiun selama tiga jam.
Nah ada kejadian yang
lumayan aneh di sini. Yakni bertemu Mas Rokib (mantan ketua KMFH 2008). Belia
bekerja di satgas anti mafia hukum.
Awalnya agak canggung untuk mendekatinya tetapi kata hati ini terus
menyuruh untuk mendekat. Soalnya beliau juga melihat aku dan kayaknya masih
ingat aku.
“Aslmualaikum, Apri ya?”
mas Rokib
“ Waalaikum salam, Mas,
Apa kabar Mas?” jawabku
Di situ sekitar tiga
puluh menit kita berdua bercerita seputar pasca kelulusannya dan rencana
kedepan, sementara itu aku m=bercerita tentang proses tugas akhir ku. Setelah
itu beliau berangkat ke Tangerang. Di balik salah melihat jadwa di Tiket
tarnyata ada hikmahnya.
Dari situ aku banyak
belajar dari Mas Rokib. Terima kashi ya
mas atas segala nasehatnya semoga kita dapat berjumpa lagi.
Setelah itu aku terjebak
dalam lamunan menunggu kereta. Lalu ada bapak-bapak berwajah pucat mendekat ke
arahku lalu diduk di samping. Berpaiaian putih dan jeans dan sendal jepit.
Kulitnya utih dan sudah agak keruput dan usianya 48 tahun. Kemudian aku
terlibat perbincangan.
“ mau kema mas? “ tanya
bapak-bapak
“mau ke jogja pak”
jawabku “bapak mau kemana?”
“Mau ke jogja sama dek
tetapi naik ekonomi progo breangkat jam 9 malam”
Ternyata ada juga yang
menunggu lebih lama dari aku
Keudian apak itu
menanyakan alamat yang di tuju yaitu di jalan Wonosari Km 5 , aku jawab
setahuku saja karena aku juga pernah melewati jalan itu. rencananya Beliau meu
kerumah sahabatnya.
Dengan tangan gemetar dan
mata merah bapak itu menugsap usap wajahnya. Menunukjan beban hidup yang tidak
mudah. Memang sih jika melihat dari penampilannya seperti orang yang tidak
terurus. Lalu dengan jujurnya ia bercerita jika ia sedang punya masalah. Bukan
masalah ekonomi, bukan masalah hukum tetapi tentang penyesalan. Penyesalan yang
tidak dapat di bayar dengan papun. Dengan uang sekalipun . penyesalan yang
menyebankan kehidupannya hampa dan sedih berlarut-larut.
Aku hanya bisa mendengarkannya. Certanya
seperti ini.
Sekitar dua tahun yang
lalau isteri beliau meninggal karena gejala jantung. Ia sangat menyesal karena
ia belum sempat meminta maaf atas kesalahannya. Duameinggu sebelum isterinya
meniggal Beliau memarahi Sag isteri
hingga membuatnya menangis. Semalaman isterinya menangis. Dan dau minggu
kemudian isteri tersebut meniggal. Padahal bapak tersebut memarahinya atas
dasar sayang. Dalam sanubarinya yang dalam sama sekali tidak ada niat untuk
membuat isterinya menagis sedih, namun apa boleh buat perkataannya sanagt tajam
dan hati perempuan sangat lembut. Selama menjalani pernikaahn mereka berdua
hidup sederhana dikawasan setia budi jakarta. Menjadi penjahit pesanan pakaian.
Pasca meninggalnya sang istri praktis bisninya berhenti karena isterinya yang
menguasai keterampilan menjahit.
Sejak hari kematian sang
isteri hingga sekarang, bapak tersebut selalu menagis setiap malam. ia sadar
bahwa kematian tidak boleh berlaurt-larut untuk ditangisi, tetapi yang
mmbuatnya menagis adalah perkataannya yang kejam kepada isterinya hingga
membuat isterinya menangis. Perkataan tersebut tidak pantas seandainya aku
tulis di blog ini.
Kata Maa belum terucap
dan kata hati yang berbeda dengan tindakan. Kata kahit mengatakan sayang namun
dimulut berkata lain karena emosi.
Bapak tersebut kembali
meneteskan airmatanya. Ia ingin berangkat ke jogja dan bekunung ke
teman-temannya dan mencari solusi untuk kedamaiannya hidupnya.
Aku hanya bisa menatap
Bapak itu. aku sangat mengerti bangaimanan persaannya. Wanita yang dicintainya
selama ini harus meninggal dengan tidak teang karena perkataannya. Dan ia
meninggalkan luka hati didalam kubut tanpa pernah sempat mengucapkan kata maaf
spatah katapun kepada orang yang dikasihinnya. Hingga dua tahun berlaurt dalam
tangisan sendiri. Sungguh tragis.
Tetapi aku tidak bisa
menasihatin=n Beliau karena bagaimanapun beliau lebih tua . kata yang aku
ucapkan adalah “saya mengerti perasaan bapak”
Lalau azan magrib
berkumandang dan aku permisi kepada bapak tersebut untuk pergi ke mushola
Setelah selesai solat magrib
Akhirnya aku memutuskan keluar stasiun utnuk
mencari warteg (warung tegal). Meskipun Cuma makan nasi dan tahu tempe plus teh
manis tetapi harganya lumayan mahal yakni 9000 rupuah. Kalo di jogja udah dapet
ayam plus lele bakar tuh.
Lalu aku melangkahkan
kaki ke terowongan menuju tempat tunggu jalur selatan. Di dekat peron 3.
Sekitar satu jam aku
menunggu dan akhirnya pemberitahuan kereta Seja Yogya.
Sampai ketemu jakarta...
Joga kota pelajar aku
dataanggg...
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar