Sabtu, 11 Februari 2012

2 februari 2012 , stasiun senen jakarta...

nampaknya sulit untuk menghasilkan sebuah karya besar. terinspirasi dari penulis-penulis besar saya berusaha membuat novel tentang hantu kos-kosan. sudah sampai bab II, tetapi mandeg sampai bab III (blum selesai). akan tetapi saya merasa terdorong untuk menulis hal-hal nyata yang ada di sekitar kita. yakni pengalaman nyata yang saya alami. pengalaman tanggal 2 feb 2012 saya tulis sebagai berikut, silahkan membaca.


Bersabar dan bersyukur adalah kunci dalam menjalani hidup ini.  tinggal jauh dari kota dan gemerlap dunia.  Sunyi sepi dan tentram dengan segala tumbuhan di kebun dan sawah. Hanya suara ayam berkokok, bebek dan kambing yang mengmbek mencari rumput yang aku dengar. Jalan di desa  berlubang dan diapit tanah dan rumput liar. Air sungai yang cokelat yang dipakai untuk kehidupan ini setiap hari.  Hari-hari liburan semester  ini aku isi dengan aktifitas beternak unggas. Ada bebek, ayam, dan angsa. Meskipun ada penyakit flu burung tetapi aku tidak khawatir. Yang terpenting adalah memberi makan ternak dengan dedak, pur dan nasi basi dan tentu saja diberi munum. Melihat tingkah laku binatang tersebut membuat kepenatan ini hilang.  Jika lapar mereka akan berkokok (suara ayam),  berkowek (suara bebek) dan berngoak (suara angsa). Tetapi jika sudah diberi makan mereka akan diam dan bermain, ada juga yang tidur di halaman kebun.
Sore ini aku akan berangkat ke yogyakarta. Melanjutkan tugas akhir yang belum selesai. Rencana aku akan ke stasiun senen siang ini.  aku harus mampir dulu ke tempat kakak di jakarta mengantarkan mootor yang telah kupinjam.
Dengan meminta doa restu orang tua aku pamit dan lekas ke jakarta. Jarak sekitar dua jam perjalanan. Sesampainya di tempat kakak aku menaruh motor dan melanjutkan perjalanan ke stasiun senen. Aku menaiki metro mini namun karen takut tertinggak kereta aku memutuskan turun dan menaiki ojek.
Aku menawar harga ojek 20 ribu
“ bang stasiun senen ya ngebut, takut ketinggalan kereta nih”
“30 ribu dek”
“limabelas ribu bang mau nggak?”
“ya udah duapuluh ribu aja”
Terjadi deal dengan abang k=tukang ojek
Baru sampai depan hotel cempaka mas hujan turun, sia abang-abang ojek meminta untuk benrenti di halte nunggu hujan reda, padahal jam setengah lima kereta berangkat. Itu artinya tigapuluh menit lagi. Tetapi aku melarang abang-abang ojek untuk berteduh.
“lanjut aja bang, takut ketinggalan kereta nih”
“tapi kalo make jas hujan berentu dulu aja”
Eh sialnya tuh ojek meke jas hujan yang bukan bentuk kelelawar,tetapi  bentuk singgel (egois baget nih tukang ojek).  Aku tetep kehujanan dasar ojek dodol. Bagi tukang ojek lain kali kalo bawa jas hujan yang model batman lah supaya sang penumpang nggak kehujanan.
Sesampainya di stasiun senen praktis baju dan celana basah, tetapi untungnya nggak sampe kuyup. Setelah bayar ke tukang ojek langsung bergegas ke satsiun lewat bawah karena jalur selatan.
Sebelumnya menyempatkan untuk solat ashar dulu. Seperti andagium yang sudah terkenal di indonesia yakni “kencing aja bayar” maka wudhu juga bayar di sini. Aku nggak ngerti kenapa yan di Indonesia kalau fasilias umumnya bayar seperti wc di terminal dan beberapa stasiun?

Setelah solat selesai aku mengunggu di banggu  di sekitar peron 3. Iseng0iseng baca tikat, ehternyata tadi siang salahbaca. Ternyata keretanya berangkat pukul 19.30 alias jam setengah delapan malam.
 aku kira jam stengah lima soreh. Dasar bedebah . mulai deh nasib ini tidak jelas terkatung-katung di stasiun selama tiga jam.
Nah ada kejadian yang lumayan aneh di sini. Yakni bertemu Mas Rokib (mantan ketua KMFH 2008). Belia bekerja di satgas anti mafia hukum.  Awalnya agak canggung untuk mendekatinya tetapi kata hati ini terus menyuruh untuk mendekat. Soalnya beliau juga melihat aku dan kayaknya masih ingat aku.
“Aslmualaikum, Apri ya?” mas Rokib
“ Waalaikum salam, Mas, Apa kabar Mas?” jawabku
Di situ sekitar tiga puluh menit kita berdua bercerita seputar pasca kelulusannya dan rencana kedepan, sementara itu aku m=bercerita tentang proses tugas akhir ku. Setelah itu beliau berangkat ke Tangerang. Di balik salah melihat jadwa di Tiket tarnyata ada hikmahnya.
Dari situ aku banyak belajar dari Mas Rokib.  Terima kashi ya mas atas segala nasehatnya semoga kita dapat berjumpa lagi.
Setelah itu aku terjebak dalam lamunan menunggu kereta. Lalu ada bapak-bapak berwajah pucat mendekat ke arahku lalu diduk di samping. Berpaiaian putih dan jeans dan sendal jepit. Kulitnya utih dan sudah agak keruput dan usianya 48 tahun. Kemudian aku terlibat perbincangan.
“ mau kema mas? “ tanya bapak-bapak
“mau ke jogja pak” jawabku “bapak mau kemana?”
“Mau ke jogja sama dek tetapi naik ekonomi progo breangkat jam 9 malam”
Ternyata ada juga yang menunggu lebih lama dari aku
Keudian apak itu menanyakan alamat yang di tuju yaitu di jalan Wonosari Km 5 , aku jawab setahuku saja karena aku juga pernah melewati jalan itu. rencananya Beliau meu kerumah sahabatnya.
Dengan tangan gemetar dan mata merah bapak itu menugsap usap wajahnya. Menunukjan beban hidup yang tidak mudah. Memang sih jika melihat dari penampilannya seperti orang yang tidak terurus. Lalu dengan jujurnya ia bercerita jika ia sedang punya masalah. Bukan masalah ekonomi, bukan masalah hukum tetapi tentang penyesalan. Penyesalan yang tidak dapat di bayar dengan papun. Dengan uang sekalipun . penyesalan yang menyebankan kehidupannya hampa dan sedih berlarut-larut.
 Aku hanya bisa mendengarkannya. Certanya seperti ini.
Sekitar dua tahun yang lalau isteri beliau meninggal karena gejala jantung. Ia sangat menyesal karena ia belum sempat meminta maaf atas kesalahannya. Duameinggu sebelum isterinya meniggal Beliau  memarahi Sag isteri hingga membuatnya menangis. Semalaman isterinya menangis. Dan dau minggu kemudian isteri tersebut meniggal. Padahal bapak tersebut memarahinya atas dasar sayang. Dalam sanubarinya yang dalam sama sekali tidak ada niat untuk membuat isterinya menagis sedih, namun apa boleh buat perkataannya sanagt tajam dan hati perempuan sangat lembut. Selama menjalani pernikaahn mereka berdua hidup sederhana dikawasan setia budi jakarta. Menjadi penjahit pesanan pakaian. Pasca meninggalnya sang istri praktis bisninya berhenti karena isterinya yang menguasai keterampilan menjahit. 
Sejak hari kematian sang isteri hingga sekarang, bapak tersebut selalu menagis setiap malam. ia sadar bahwa kematian tidak boleh berlaurt-larut untuk ditangisi, tetapi yang mmbuatnya menagis adalah perkataannya yang kejam kepada isterinya hingga membuat isterinya menangis. Perkataan tersebut tidak pantas seandainya aku tulis di blog ini.
Kata Maa belum terucap dan kata hati yang berbeda dengan tindakan. Kata kahit mengatakan sayang namun dimulut berkata lain karena emosi.
Bapak tersebut kembali meneteskan airmatanya. Ia ingin berangkat ke jogja dan bekunung ke teman-temannya dan mencari solusi untuk kedamaiannya hidupnya.
Aku hanya bisa menatap Bapak itu. aku sangat mengerti bangaimanan persaannya. Wanita yang dicintainya selama ini harus meninggal dengan tidak teang karena perkataannya. Dan ia meninggalkan luka hati didalam kubut tanpa pernah sempat mengucapkan kata maaf spatah katapun kepada orang yang dikasihinnya. Hingga dua tahun berlaurt dalam tangisan sendiri. Sungguh tragis.
Tetapi aku tidak bisa menasihatin=n Beliau karena bagaimanapun beliau lebih tua . kata yang aku ucapkan adalah “saya mengerti perasaan bapak”
Lalau azan magrib berkumandang dan aku permisi kepada bapak tersebut untuk pergi ke mushola
Setelah selesai solat magrib
 Akhirnya aku memutuskan keluar stasiun utnuk mencari warteg (warung tegal). Meskipun Cuma makan nasi dan tahu tempe plus teh manis tetapi harganya lumayan mahal yakni 9000 rupuah. Kalo di jogja udah dapet ayam plus lele bakar tuh.
Lalu aku melangkahkan kaki ke terowongan menuju tempat tunggu jalur selatan. Di dekat peron 3.
Sekitar satu jam aku menunggu dan akhirnya pemberitahuan kereta Seja Yogya.
Sampai ketemu jakarta...
Joga kota pelajar aku dataanggg...
Bersambung...



Tidak ada komentar:

Posting Komentar