Minggu, 13 Mei 2012

Perjalanan ke Pundak Sindoro (Part 3)

sabtu 5 mei 2012 pukul 18.00 Wib.

tenda dome berkapasitas empat orang telah berdiri. kabut tebal semakin menyelimuti gunung sumbing di sebelah timur. begitu juga dengan gunung sindoro yang sedang aku daki. aku yang berada di atas punggungnya. hujan rintik-rintik mulai turun. udara dingin semakin menusuk. menembus ke dalam pakaian  lalu menusuk kulit ini. langit semakin gelap dengan mendungnya. sesekali tersirat kilatan disusul suara petir yang menggelegar lemah. 

fisik yang lemah dan kehabisan tenaga membuat kami bertiga langsung tergeletak dan tepar di dalam tenda. aku langsung tidur di dalam tenda. dil uar tenda, hujan semakin deras. deras dan juga disertai angin yang kencang. aku menggelar matras, membuka sleeping bag dan memakan bekal. lilin aku nyalakan lilin. lilin itu aku taruh di teras tenda.  pintu tenda tepat menghadap ke arah timur dimana gunung sumbing dengan gagahnya berdiri. dikelilingi kabut dan dinaungi lagit yang sangat luas. langit gelap dan mendung.

sebelum tidur, perut kami keronconggan.  makan roti dan beberapa bekal. roti yang setengah membeku. air yang dingin seperti telah di masukkan ke dalam lemari es.  kami bertiga mulai tidur di sleeping bag masing-masing. 

awalnya tidur di dalam tenda berlangsung dengan tenang. namun seiring dengan hujan yang deras dan angin yang kencang disertai dengan petir. keadaan semakin mencekam. lalu tenda yang kami gunakan sedikit demi sedikit mulai bocor. derasnya hujan membuat aliran air melewati sela-sela bawah tenda. dan akhirnya genangan air mulai memenuhi tenda. pada waktu tengan malam kami bertiga baru menyadari bahwa semua perlengkapan basah semua. pakaian yang kami kenakan basah. sleeping bag kami basah dan juga matras yang kami gunakan basah. kami lalu berkumpul di tengah-tengah tenda. badan kami saling bersenderan. tubuh temanku  Ali menggigil. begitu juga dengan Gilang. udara dingin mulai menusuk dalam tulang-tulagn kami. kepala kami mulai cenat-cenut. sakit flu sudah mulai menerpa tubuh kami. di luar angin makin kencang. lilin yang tadi aku nyalakan sudah mati terkena hembusan air hujan. kilatan dan suara petis saling bersautan. kami bertiga hanya bisa berdoa dan melafalkan kebesarannya. terkena badai di atas 3000 meter diatas permukaan laut. tidak ada siap-siapa. hanya ada kami bertiga. tenda bocor dan semua yang kami kenakan basah kuyup. kami hanya bsia berdoa. sampai pagi esok tiba.

akhirnya karena kelelahan kami tertidur. meskipun dengan sleeping bag yang basah kami seperti saling berpelukan. saling menghangatkan. kami bertiga tertidur. 

6 mei 2012, pukul 06.00 wib
udara pagi dingin sangat menyengat. angin utara membawa gumpalan awan menyelimuti gunung sumbing di sebeleh timur. tetapi sunrise berwarna orange terlihat. aku menyalakan lilin di dalam tenda. lalu mengajak emanku Ali dan Gilang untuk sarapan pagi. lalu aku manyalakan Handphone. kebetulan ada sinyal sedikit. aku menghubungi Nusa di tenda bawah. koordinasi tim untuk memutuskan apakah perjalanan menuju punjak akan di lanjutkan. semalam tubuh kami telah di ombang-ambing badai. menyurutkan mental untuk melanjutkan pendakian. lalu setelah berkoordinasi kami meutuskan untuk melanjutkan hari ini. sarapan, menaiki puncak sekitar 500 meter lagi. lalu sekitar pukul 10 menyelesaikan pendakian. turun kebawah dan berharap jam 5 sampai basecamp. itulah plan kami hari ini. 

perjalanan menakluki puncak gunung sindoro kami mulai lagi. dari pos 3 skitar 500 meter menuju puncak. pagi ini cuaca cerah. rasa optimis dan keyakinan kuat sebagai bekal utama. meskipun pada malam harinya hujan badai telah mengomabgn-ambing fisik dan mental. Allah punya rencana indah. hari ini, pagi ini cuaca cerah. kami berenam meulai mendaki. tanpa tas carrier, dan hanya membawa jas hujan dan minuman. 




langkah demi langkah kami lalui. batu-batu besar dan rintangan serta tebing yang curam menyambut kami. dengan susah payah kami melewati rintangan itu. dari kejauhan sudah terlihat pucak gunung sindoro. aku adalah orang yang paling belakang. jujur saja fisikku sudah drop. aku sudah tidak kuat lagi. puncak gunung yang tersa sangat dekat di depan mata seolah menambah memotivasi diri ini. padang sabana dan padang rumbut yang hijau sangat indah. bebatuan besar juga sangat indah. memang ada beberapa sampah di puncak dan beberapa coretan cat. 

aku sering tertipu oleh puncak bayangan. seolah apa yang aku lihat adalah puncak tertinggi. setelah aku mendaki ternyata masih ada uncak lagi. egitu terus menerus sampai akhirnya sampai puncak betulan. sempat beberapa kali tubuhku yang sudah lemah menyerah. menyerah dengna keadaan. ingin rasanya cepat-cepat pulang. merasakan empuknya bantal dan guling di kamar kos. merasakan enaknya kasur di kamar kos. nikmatnya telur dadar dengan nasih putih yang hangat. minuman jus atau teh hangat. 

beberapa teman-teman sering memberi motovasi. seperti si Nusa yang berteriak-teriak memberi tahu bahwa pucak sudah dekat. puncak gunung ini sudah tinggal satu telikungan lagi. aku yang beberapa kali putus asa seperti termotivasi dengan panggilan teman-taman yang sudah mencapai puncak. cuaca pagi ini sekitar pukul 9 pagi sangat cerah. di arah timur terlihat dengan gagahnya gunung Sumbing, gunung slamet dan gunung merbabu. rasanya manusia kecil sekali. tidak ada apa-apanya. manusia bagaikan semut di bawah sana. terlihat juga kota temanggung dan kota wonosobo dibawah sana. hamparan ladang dan hamparan rumah-rumah penduduk seperti sarang-sarang semut. cuaca tersenyum kepada kami. terik matahari tidak terasa dikulit kami. hanya rasa dingin yang aku rasakan. 




akhirnya moment itu tiba. saat-saat kakiku pertama kali menginjakkan kaki di puncak gunung. saat mata ini bisa memandang jauh ke bawah. melihat ke arah horizon ke arah timur dan keatas. melihat matahari terbit yang masih malu-malu tertutup awan pagi. gumpalan awan yang berada di bawah kami. aku berada di ketinggian sekitar 3200 meter diatas permukaan laut. sungguh aku tidak bisa membayangkan kekuatan pencta alam semesta ini. gunung ini, padang rumput itu, lembah belerang, bunga-bunga abadi dan edelweis. sekali lagi aku dipuncak adan hanya bisa takjub. semua terbayar sudah. keinginanku untuk turun kembali di pertentahan jalan. ketakutan pada malam badai yang menjatuhkan mental kami berenam. 

tidak lengkap rasanya jika keberadaanku di pucak gunung tidak diabadikan. dengan memegang bendera merah putih yang berkibar aku berfoto. aku bergaya di atas sebuah batu. tidak terasa rasa lelah, putus asa berganti menjadi sebuah rasa takjub dan bangga. setelah satu jam di puncak Sindoro aku memutuskan untuk turun telebih dahulu. mencoba beristirahat di tenda. lalu yang lainnya menyusul. membongkar tenda. makan bekal logistik, buah-buahan dan minum air sebanyak mungkin. semua bekal yang tidak perlu kami habiskan. aku hanya menyisahkan tiga batang coklat dan satu setengah liter air untuk perjalanan turun. perjalanan turun gunung memang lebih cepat dan lebih mudah. dengan tas carrier di punggung kami berenam menuruni gunung ini. seolah kami telah berdamai dengan rasa takut. kami ingin kembali pulang. menyusuri padang sabana, ,menuruni hutan-hutan lebat, hutan cemara, dan menuruni hladang. beberapa kali kami beristirahat. hujan menmabbut kami saat mencapati hutan di bawah. lalu hujan kembali reada saat kami berada di kaki bukit. di tenga-tengah ladang tembakau, ladang kentang dan ladang sayur-sayuran. 


perjalanan kali ini memberikan warna tersendiri buatku.  bahwa aku sendiri bertanggung jawab atas nyawaku sendiri dan nyawa teman-teman. memupuk kerjasama dan kesetiakawanan. mengerti bagaimana sebuah pengorbanan. aku jadi semakin dewasa dan lebih menghargai hidup ini. menghargai diri sendiri. bersyukur atas karuniaNya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar