Kamis, 05 April 2012

Jika kau Ingin tahu Rasa Sayang Ibu Kepada Anaknya....

sebegitu beratkah hidup ini Mah?
"Usia mamah sudah 65 tahun, tinggal sedikit lagi sisa umur ini, cepat atau lambat akan menghadap yang kuasa. Mamah hanya ingin berbuat kebaikan. Dua anak mamah sudah lama meninggal. ketika itu persis saat menjadi mahasiswa seperti kamu. jika sempat, luangkan waktu untuk mampir ke rumah Mamah. pintu rumah mamah terbuka lebar untuk kamu. kamu sangat rapuh nak, dan Mamah biasa bersama jiwa-jiwa yang rapuh"

Jumat 30 maret 2012, di dalam gerbong kereta Mutiara Selatan menuju bandung. waktu itu sekitar jam 5 pagi. aku duduk di dekat pintu gerbong. pintu kubiarkan terbuka agar angin pagi masuk dan memberikan kesegaran tubuhku. Tatapanku mataku kosong meskipun di hadapanku hamparan perbukitan menyajikan pemandangan yang elok. perjalanan kali ini tidak biasa karena ada yang sepesial. ada dia, gadis berjilbab yang selama ini aku kagumi. entah mengapa aku bisa sedekat ini dengan dia. bahkan jika mau aku bisa menggenggam tangannya. tetapi itu perbuatan bodoh.

kereta ini berjalan dari stasiun tugu Jogjakarta menuju stasiun hall bandung. kami berenam membawa misi khusus. Misi keilmuan, atas nama intelektualitas, di atas sebuah keyakinan dan dibarengi ikhtiar terus menerus.

Saat tubuhku bersandar pada dekat pintu gerbong, seorang Ibu datang. wajahnya terlihat lelah, tetapi  lelah bukan karena perjalanan kereta yang ia tempuh dari surabaya.  lelah dengan makna lain. lelah  dengan cobaan hidup. entah aku tidak mengerti. kehilangan orang yang dikasihinya mungkin bisa disebut sebagai cobaan hidup. tetapi kehilangan bisa saja sebuah teguran kan? sepertinya aku belum cukup memahami makna kehilangan seperti apa.

beliau menghampiri aku di dekat pintu gerbong, bersandar, lalu menyapa.

"Nak, izinkan ibu merokok ya"
aku mengangguk biasa.
tangannya mengeluarkan sebatang rokok dari balik tasnya. kemudian memasukkan ke mulut dan membakar ujungnya dengan korek api, lalu menghisap dengan lembut dan melepas hisapannya. terlalu asing bagiku melihat seorang Ibu berjilbab dan merokok. sepertinya beliau mengerti apa yang aku pikirkan.
kereta berjalan lambat dan bergetar diiringi goncangan naik turun di setiap sambungan rell. Tubuh mungilku di hempas angin pagi dari pintu gerbong.

Ibu kembali menyapa lagi
"maaf ya nak, jangan heran melihat ibu merokok, kamu tidak merokok?"
"tidak ibu" jawabku singkat dengan gelengan kepala.
"bagus nak , jangan pernah perokok ya" jawabnya lagi
lalu ia menceritakan beberapa hal yang tentang hidupnya. mengawali dengan kalimat yang bermakna dalam. bukan Khotbah agama atau orasi ilmiah.
"sepahit apapun hidup ini harus tetap dijalani dengan optimis, bekerja keras dan ikhlas"
"mamah membawa tanaman hias untuk ditanam di makam anak mamah. Mamah ingin membersihkan makam  dari rumput-rumput liar, dan berdoa di depan makam"
"kenyataan memang pahit tetapi harus kita terima"

lalu dengan segala keterbukaannya, mamah membiarkan setiap kata-kata mengalir dari ucapannya. aku mendengarkan dan satu persatu kata-kata itu masuk ke otakku, diproses lalu tubuhku merespon. respon yang dikenal sebagai perasaan.

Aku melihat raut wajah Beliau seperti Ibu yang ingin menyalurkan kasih sayangnya. setelah mendengar cerita darinya aku dapat mengerti perasaannya.
kedua anaknya telah meninggal saat seusiaku. saat menjadi mahasiswa. saat menjadi kebanggaan.
pasti menyakitkan, perih dan entah kata-kata seperti apa yang patut ditulis. memang sedih kesepian dan rasa kehilangan menyelimudi tubuhnya. tubuh sebagai seorang ibu. selama duapuluh tahun lebih membesarkan anaknya. menyusui, menyuapi, memberi makan dan mengajarkan berjalan.

Sepertinya Ibu ingin menangis tetapi terlanjur air mata sudah habis. lantas Ibu ingin berteriak namun suara sudah serak. lantas ingin berlalri namun tubuhnya terlihat lelah. ikhlas adalah satu-satunya ungkapan yang tepat untuk menghadapi semua ini, tetapi menjalaninya tidak semudah berkata-kata kan? 25 tahun telah berlalu. kenangan yang ditinggalkan akan tetap dirasa perih, pedih dan sunyi menyakitkan.

Apa yang aku rasakan seperti sebuah teguran halus. jika selama ini kadang aku membenci masa laluku dengan Ibuku, sekarang aku lebih mencintai Ibuku. betapu Ibu pasti menyayangi anaknya. rasa sayangnya tidak dapat diungkapkan. mungkin karena saking besarnya rasa itu sehingga Ibuku tak kuasa untuk mengungkapkan dengan kata-kata. tetapi aku ingin mendengar kata-kata sayang itu langsung dari bibirnya. ya, semoga di bulan delapan nanti aku bisa merasakan kasih sayangnya. semoga....

"nanti dari setasiun mamah ke rumah naik apa?" aku bertanya
"sepertinya naik taksi nak, Baik sudah dekat, mamah bersiap-siap dulu ya, Tetap semangat  optimis!"
sikutnya menekuk dan tangannya mengepal di samping telingannya.
aku merespon dengan acungan jempol dan sebuah senyuman.


Akhirnya kereta tiba di stasiun Hall bandung.

pelajaran kali ini tentang kasih sayang kepada Ibu. mungkin selama ini Ibu tidak pernah memeluk, tidak pernah mencium dan mengungkpakan rasa sayangnya. tetapi bukan berarti Ibu tidak sayang. hanya saja Ibu terlalu lemah untuk mengatakan semua. Jika kau belum pernah mendengar ungkapan kasih sayang dari ibumu, jangan pernah menunggu. katakan dan ungkapkan rasa sayangmu kepada ibumu.



"Seandainya kalian tahu seberapa besar kasih sayang seorang Ibu, maka itu boleh jadi bahkan belum sepersepuluh saja dari sejatinya" mengutip Novel serial anak-anak mamak, Tere liye








Tidak ada komentar:

Posting Komentar