Jumat, 06 April 2012

Kenestapaan yang Harus dilawan

Hari ini kita makan apa ? 

salah satu hal diluar kuasa manusia adalah ia tidak dapat memilih untuk dilahirkan di keluarga mana, dalam keadaan seperti apa dan  budaya seperti apa. manusia harus berjuang dengan potensi yang dimilikinyya. selama masih hidup selalu ikhiar dan berdoa. jika kamu merasa putus asa dan menyesali, adalah salah besar karena kamu adalah manusia terpilih yang bisa menjalani semuanya.

aku menatap keruh air sungai yang hitam, bau dan dipenuhi sampah rumah tangga. arusnya langsung ke laut.  sungai plumpang yang melegenda. dahulu menjadi tempat pembuangan mayat. sekarang juga masih sering di temukan mayat. terakhir mayat perempuan tanpa kepala yang diketahui kemudian sebagai korban pemerkosaan, perampokan dan pembunuhan. 
di ujung sungai ada pintu air yang menampung sampah untuk di keruk. anak-anak dengan alat bantu tongkat besi yang ujungnya bengkok sibuk mengais-ngais botol aqua bekas. mereka menggendong karung besar di bahunya. sesekali bercanda dengan anak-anak lainnya.  ada bapak-bapak di samping gerobak yang di parkir di samping gundukan sampah. ah biasa, pemandangan ini wajar. di jakarta memang banyak pemulung. aku juga sudah mahfum dengan kehidupan mereka. aku pernah bertanya pada salah satu anak namanya Tian, mengapa dia tidak sekolah saja? jawabannya malah ngelantur. dia bilang kan sudah banyak orang pintar. dokter sudah banyak, polisi banyak, guru banyak, presiden juga banyak. lalu untuk apa kita sekolah? mending cari makan buat esok hari. jika dipikir-pikir sekilas ada benarnya juga. lebih baik mencari makan. Tian tidak punya Ibu, hanya ada seorang Bapak dan sudara laki-lakinya. 

getek yang membawaku menyeberang sungai ini sudah menepi. di jakarta masih ada getek. untuk ke sekolah di jalan anggrek sangat efisien karena harus memutar lewat jembatan yang jauh. aku membayar 500 rupiah kepada Abang Bahar. pekerjaannya selain menjadi tukang tarik getek juga kadang sebagai tukang ojek sepeda. orangnya baik , tulus dan menyenangkan, tetapi aku kurang respect karena dia tidak solat dan sukanya main kartu. bahkan terkadang ia mabuk-mabukan. 

siapa bilang hidup di jakarta enak? disini kamu bisa melihat sendiri. di perkampungan Babakan ngantai. banyak preman mabuk, banyak pemulung, Gangnya sempit dan jika musim hujan pasti banjir. terkadang selama dua minggu tidak ada air bersih yang bisa di akses. lalu biasanya warga beramai-ramai membobol instalasi air di komplek perumahan mewah sebelah. 
pemukiman ini sangat padat dan sumpek. sering terjadi kebakaran juga. dan jika siang hari terik mentari akan mengoven rumah-rumah beratapkan seng. dapat dipastikan tingkat stress penduduknya sangat tinggi. 

aku berjalan menyusuri gank itu. lantas menyapa pedagang gorengan langgananku. yah biasanya aku membeli tahu atau tempe goreng seharga 500 sebagai lauk makan. cukup nasi dan gorengan serta air putih secukupnya. sangat enak dan nikmat. kadang-kadang aku membeli gado-gado seharga 3500 untuk dimakan bersama dengan adik dan kakaku. biasanya aku memasak nasi sendiri untuk menghemat pengeluaran.  orang tuaku? huf.. jangan tanya mereka ada dimana. mereka ada jauh di sana. menyebalkan memang sejak smp sudah harus tinggal sendiri. tidak ada tempat curhat, tidak ada kasih sayang dan jika sakit harus beli obat sendiri. ah lagi-lagi aku mengeluh. terkadang aku memang tidak kuat menahan ini semua. hanya mengeluh saja kerjaanku. bagaimana tidak, aku sekolah di smp elit di jakarta utara. melihat mereka-mereka yang terwat dan diantar jemput orang tuanya. aku merasa iri, terkadang iri dengan gadged yang mereka punya. itu hal yang wajar kan? meskipun teman sekelas si Adit suka meinjemin Nokia N gage nya dan si Yuda yang sering mengajak ke Rumahnya memberiku makanan namanya Pizza tetapi tetap saja hidupku jauh sepadan dari mereka.
sekali lagi dilarang mengeluh ya...

pernah suatu ketika aku menelan empat pil obat tidur. *tede namanya. huih buakannya tidur malah bicaraku ngelantur. syaraf mata, mulut otak langsung disconect. itu gara-gara penderitaan tidak bisa tidur selama di komplek kumuh ini. tetapi mau bagaimana lagi?salah satu hal yang aku takutkan di pemukiman ini adalah tawuran. jika tawuran antar pemuda terjadi aku harus sigap dan pergi menghindar. 

*
Tian oh Tian
malam itu hujan begitu lebat. air mulai mengisi got-got di pemukiman ini. untunglah tidak terjadi banjir. pagi ini aku berangkat sekolah dan meliha Tian dengan Saudara laki-lakinya. mereka berdua tetap mengais botol aqua bekas. perkilo dihargai 4000 rupiah. yah aku tahu karena beberapa waktu lalu aku sempat memulung dengan temanku. mungkin penghasilan keluarga Tian hanya 16 ribu sehari. itu hanya cukup untuk makan bertiga selama dua kali sehari. jika ada sisa mungkin untuk di tabung. 
perutku mual saat melintasi tempat pengumpulan sampah di pinggir kali. baunya luar biasa , biadab dan membunuh syaraf pernapasanku. mungkin sampah itu bisa menjadi senjadi biologis dan senjadi kimia. aku heran mengapa pemulung itu bisa bertahan dengan kondisi seperti ini? keterpaksaan atau kebiasaan ya?

tiba di sekolah. saatnya apel pagi. aku membenci kebiasaan ini. malas berbaris. belum sarapan. kepala sekola mendoktrin dengan segala aturan disiplinnya. seolah jika kita mentaati peraturan sekolah kita akan menadi sukses seperti para alumni. toh ternyata ada juga yang sukses menjadi koruptor. Gayus tambunan (petugas dirjen pajak) adalah alumni dari sekolahku waktu dulu. rumahnya di warakas pemukiman kumuh tepat di seberang Kelapa gading pemukiman super elite. mungkin dia balas dendam atas kehidupan masa lamapaunya dengan korupsi dan berhasil membeli rumah mewah di Kelapa gading.

bersambung....






1 komentar:

  1. aku pernah ke babakan ngantai. aku dulu tinggal disemper. lahir dan besar disana. temanku agus gunawan dan aku pernah menjulukinya sebagai "daerah tak bertuhan". sungguh ironis ada di jakarta. sedih. ditunggu sambungan tulisannya. salam......

    BalasHapus