Betapa beruntugnya seseorang yang ingat kepada kuburnya...
ingat kepada Allah, Suka mengevaluasi diri berbakti kepada orang tua
banyak bersukur, melaksanakan solat wajib dan sunah , menangis karena takut kepada Allah
Sholat malam, legowo menerima kesalahan sendiri tanpa mencari-cari pembelaan,
Suka memaafkan saudara, Tidak suka dendam, mendoakan kebaikan pada orag yang mendholimi,
dan suka berzikir.....
Jumat, 13 April 2012
13 April 2012
Aku bersyukur, merenungi perjalanan hidup ini.
Menjalani setiap detik waktu, menjalani setiap langkah perjalanan. Melihat, mendengar dan merasakan kebesaranNya. aku merasa sungguh banyak catatan-catatan dosa. kesalahanku kepada Ibu dan Bapak, Adik dan Kakak. kesalahan kepada teman-teman dan juga rekan-rekan yang pernah berinteraksi dengan diriku. Semuanya Maafkan kesalanku.
aku selalu belajar dari setiap proses. proses yang tidak mudah, panjang dan melelahkan. terkadang aku sudah merasa benar, dan baik. akan tetapi takaran baikku terkadang buruk bagi orang lain. setiap ucapan, tindakan dan perilakuku masih belum dewasa.
layaknya sebuah pohon padi yang berasal dari benih, kemudian di tebar dan bersemi menyeruak, lalu tumbuh tegap di tengah-tengah sawah. ia membutuhkan makanan, air dan perwatan. lalu ia diterpa panas terik matahari dan angin. hujan datang bertubi-tubi. hama-hama silih berganti berdatangan. padi itu menjadi rusak dan rapuh. padi itu berusaha tumbuh menguning agar menghasilkan butir beras. pohon padi itu lalu layu, mati , melebur menjadi tanah. kembali ke bumi. seperti itulah jiwa dan tubuhku, akan mati hancur menjadi tanah.
berat memang hidup ini. tetapi itulah hidup, seberat apapun hidup harus kita jalani dengan rasa syukur. Bersyukur dan Ikhlas adalah sebuah keniscayaan dalam hidup ini.
terkadang hati ini merasa sepi. hatiku merasa kosong dan hampa, lalu otakku berfikir mengenai makna kehidupan. mengapa hidup ini penuh dengan luka? mengapa hidup ini ada orang jahat dan baik? mengapa harus ada rasa cinta ? Aku ingin berteriak sekencang-kencangnya.
Tapi aku sadar. semua adalah kehendakNya. aku hanya hanya bisa berikhtiar dan berdoa untuk kemaslahatan. aku kini sadar, diriku telah salah jalan. selama ini diriku tersesat. diriku terombang-ambing di lautan yang ganas yang memangsa setiap sel-sel tubuhku, meracuni pikiran dan akalku dan menutup mata hatiku. aku hina dengan dosa-dosaku.
Serendah itukah diriku di dunia ini? ketika aku membantah semua PerintahNya dan ketika aku mendekati semua LaranganNya. maafkan aku.
Menjalani setiap detik waktu, menjalani setiap langkah perjalanan. Melihat, mendengar dan merasakan kebesaranNya. aku merasa sungguh banyak catatan-catatan dosa. kesalahanku kepada Ibu dan Bapak, Adik dan Kakak. kesalahan kepada teman-teman dan juga rekan-rekan yang pernah berinteraksi dengan diriku. Semuanya Maafkan kesalanku.
aku selalu belajar dari setiap proses. proses yang tidak mudah, panjang dan melelahkan. terkadang aku sudah merasa benar, dan baik. akan tetapi takaran baikku terkadang buruk bagi orang lain. setiap ucapan, tindakan dan perilakuku masih belum dewasa.
layaknya sebuah pohon padi yang berasal dari benih, kemudian di tebar dan bersemi menyeruak, lalu tumbuh tegap di tengah-tengah sawah. ia membutuhkan makanan, air dan perwatan. lalu ia diterpa panas terik matahari dan angin. hujan datang bertubi-tubi. hama-hama silih berganti berdatangan. padi itu menjadi rusak dan rapuh. padi itu berusaha tumbuh menguning agar menghasilkan butir beras. pohon padi itu lalu layu, mati , melebur menjadi tanah. kembali ke bumi. seperti itulah jiwa dan tubuhku, akan mati hancur menjadi tanah.
berat memang hidup ini. tetapi itulah hidup, seberat apapun hidup harus kita jalani dengan rasa syukur. Bersyukur dan Ikhlas adalah sebuah keniscayaan dalam hidup ini.
terkadang hati ini merasa sepi. hatiku merasa kosong dan hampa, lalu otakku berfikir mengenai makna kehidupan. mengapa hidup ini penuh dengan luka? mengapa hidup ini ada orang jahat dan baik? mengapa harus ada rasa cinta ? Aku ingin berteriak sekencang-kencangnya.
Tapi aku sadar. semua adalah kehendakNya. aku hanya hanya bisa berikhtiar dan berdoa untuk kemaslahatan. aku kini sadar, diriku telah salah jalan. selama ini diriku tersesat. diriku terombang-ambing di lautan yang ganas yang memangsa setiap sel-sel tubuhku, meracuni pikiran dan akalku dan menutup mata hatiku. aku hina dengan dosa-dosaku.
Serendah itukah diriku di dunia ini? ketika aku membantah semua PerintahNya dan ketika aku mendekati semua LaranganNya. maafkan aku.
Minggu, 08 April 2012
Kisah Pagi Ini
Ngantuk, Lelah dan Lemas. tubuh ini seperti tidak berdaya menghadapi pagi.
aku menjadi seorang yang tidak semangat. bukan pemalas.
mulut ini tidak henti-hentinya menguap. mata merah dan pikiran masih kosong.
telingaku memekak ketika alarm berdering-dering.
selama enam jam tertidur dalam lelap tetapi masih kurang cukup.
seharusnya pagi ini jam enam aku harus ke masjid Mardiyah bertemu ustadz zaenal.
yah sekarang sudah jam setengah tujuh. aku mencoba mengejar waktu itu. bergegas lalu negbut menggunakan motor. semua itu sudah telat ,ustad sudah bersiap-siap pulang dengan motornya.
maaf tadz, saya kesiangan...
aku menjadi seorang yang tidak semangat. bukan pemalas.
mulut ini tidak henti-hentinya menguap. mata merah dan pikiran masih kosong.
telingaku memekak ketika alarm berdering-dering.
selama enam jam tertidur dalam lelap tetapi masih kurang cukup.
seharusnya pagi ini jam enam aku harus ke masjid Mardiyah bertemu ustadz zaenal.
yah sekarang sudah jam setengah tujuh. aku mencoba mengejar waktu itu. bergegas lalu negbut menggunakan motor. semua itu sudah telat ,ustad sudah bersiap-siap pulang dengan motornya.
maaf tadz, saya kesiangan...
Sabtu, 07 April 2012
Kenestapaan yang Harus di lawan 2
jam sekolah telah usai. murid-murid berhamburan keluar kelas. aku hanya diam menunggu kelas sepi dan lengang. jam dinding, lambang garuda dan foto presiden dan wakilnya menemani kesendirianku. tidak lupa aku menghapus papan tulis. menutup pintu lalu melangkah menyusuri lorong sekolah yang kosong. hanya ada petugas kebersihan yang menyapu lantai dan mengmpulkan sampai kedalam tong besar portable. lalu aku bergegas ke lantai bawah. wajahku tertunduk lesu tidak semangat. tidak ada yang membuatku semangat hari ini. selama dalam perjalanan ke rumah perutku keroncongan. bayangan nasi dan lauk gorengan sudah membuncah di kepalaku. aku mempercepat langkah kakiku. tidak peduli dengan sepatu yang sudah usang. lalu lagi menyebarang menggunakan getek.
melihat dan memandang kehidupan para pemulung di tempat sampah itu. lagi-lagi aku melihat Tian dan Saudaranya. memungut satu demi satu botol aqua gelas dengan tongkatnya. memasukkan ke karung yang digendong. karungnya sudah hampir penuh. aku mengerti, mereka melawan kenestapaan yang harus dilawan. berusaha mencari nafkah dengan bekerja halal. seharunya para pemimpin di negeri ini malu melihat fenomena itu. ah, pun merekat tidak pernah turun ke lapangan untuk melihat permasalahn sebenarnya. mereka sibuk dengan urusan seremonial. menyusun konspirasi tingkat tinggi. menghitung-hitung anggaran untuk dihabiskan agar tahun depan anggarannya ditambah. sesulit apakah memberikan pendidikan dan makanan gratis untuk anak-anak, memberikan pendidikan moral, etika dan karakter. tetapi seperti itulah di negeri ini. kita orang-orang harus gesit dan pandai memikirkan pribadi masing-masing. menjadi individualis sejadi. buakankah sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaan bagi manusia lainnya. yah mental para pemimpin di negeri bukan mental negarawan sejati. mereka cenderung menyalahkan orang kecil. siapa suruh jadi pengemis? siapa suruh jadi pemulung? padahal tidak dapt dibantah dan dipertanyakan siapa suruh dilahirkan di keluarga pemulung. Nasib Tian dan Kakaknya sungguh malang.
getek sudah menepi. lagi-lagi aku mengeluarkan uang 500 perak ke dalam kaleng. menapaki seubuah dermaga kayu yang reot dan lapuk.
kaki kecilku melangkah lagi. menyusuri gang-gang yang sempit lagi. mencium bau got lagi dan merasakan hawa panas lagi. yah begitulah hidupku selama enam tahun di jakarta. terkadang aku berfikir bahwa hanya sebuah mimpi indah yang dapat membuat aku merasa bahagia. tetapi bukankah hidup tidak boleh banyak mengeluh? bukankah kita harus bersyukur menerima apa adanya? tetapi aku hanya bocah berumur 13 tahun. terlalu kecil untuk memahami paradoks kehidupan. seharusnya aku suka bermain dan diberikan kasih sayang, tetapi mengapa aku memikirkan hal-hal aneh disekitarku?
aku belum mengeti bersyukur itu seperti apa? contohnya jika hidup sengara dalam kemiskinan lalu kita menerima dengan legowo hingga akhir khayat kita? atau jika kita bodoh dan kita menerima kebodohan kita sampai akhir kayat kita itukah bersyukur dan bersabar? menurutku bukan. sebuah kesengsaraan harus dilawan.
dari kejauhan aku masih bisa memandang Tian. gadis kecil yang menjadi pemulung bersama kakaknya. membantu orang tuanya yang juga memulung. seorang gadi seperti Tian seharunya kan sekolah TK? bermain dan merasakan kasih sayang orang tua. hemm tetapi itulah hdiup. sekali lagi kita Tian tidak bisa memilih untuk dilahirnkan di keluarga mana. hdupnya seperti tersesat di labirin raksasa. dan Tian harus berjuang mencari jalan keluar dari perangkap labirin raksasa itu.
Bersambung...
melihat dan memandang kehidupan para pemulung di tempat sampah itu. lagi-lagi aku melihat Tian dan Saudaranya. memungut satu demi satu botol aqua gelas dengan tongkatnya. memasukkan ke karung yang digendong. karungnya sudah hampir penuh. aku mengerti, mereka melawan kenestapaan yang harus dilawan. berusaha mencari nafkah dengan bekerja halal. seharunya para pemimpin di negeri ini malu melihat fenomena itu. ah, pun merekat tidak pernah turun ke lapangan untuk melihat permasalahn sebenarnya. mereka sibuk dengan urusan seremonial. menyusun konspirasi tingkat tinggi. menghitung-hitung anggaran untuk dihabiskan agar tahun depan anggarannya ditambah. sesulit apakah memberikan pendidikan dan makanan gratis untuk anak-anak, memberikan pendidikan moral, etika dan karakter. tetapi seperti itulah di negeri ini. kita orang-orang harus gesit dan pandai memikirkan pribadi masing-masing. menjadi individualis sejadi. buakankah sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaan bagi manusia lainnya. yah mental para pemimpin di negeri bukan mental negarawan sejati. mereka cenderung menyalahkan orang kecil. siapa suruh jadi pengemis? siapa suruh jadi pemulung? padahal tidak dapt dibantah dan dipertanyakan siapa suruh dilahirkan di keluarga pemulung. Nasib Tian dan Kakaknya sungguh malang.
getek sudah menepi. lagi-lagi aku mengeluarkan uang 500 perak ke dalam kaleng. menapaki seubuah dermaga kayu yang reot dan lapuk.
kaki kecilku melangkah lagi. menyusuri gang-gang yang sempit lagi. mencium bau got lagi dan merasakan hawa panas lagi. yah begitulah hidupku selama enam tahun di jakarta. terkadang aku berfikir bahwa hanya sebuah mimpi indah yang dapat membuat aku merasa bahagia. tetapi bukankah hidup tidak boleh banyak mengeluh? bukankah kita harus bersyukur menerima apa adanya? tetapi aku hanya bocah berumur 13 tahun. terlalu kecil untuk memahami paradoks kehidupan. seharusnya aku suka bermain dan diberikan kasih sayang, tetapi mengapa aku memikirkan hal-hal aneh disekitarku?
aku belum mengeti bersyukur itu seperti apa? contohnya jika hidup sengara dalam kemiskinan lalu kita menerima dengan legowo hingga akhir khayat kita? atau jika kita bodoh dan kita menerima kebodohan kita sampai akhir kayat kita itukah bersyukur dan bersabar? menurutku bukan. sebuah kesengsaraan harus dilawan.
dari kejauhan aku masih bisa memandang Tian. gadis kecil yang menjadi pemulung bersama kakaknya. membantu orang tuanya yang juga memulung. seorang gadi seperti Tian seharunya kan sekolah TK? bermain dan merasakan kasih sayang orang tua. hemm tetapi itulah hdiup. sekali lagi kita Tian tidak bisa memilih untuk dilahirnkan di keluarga mana. hdupnya seperti tersesat di labirin raksasa. dan Tian harus berjuang mencari jalan keluar dari perangkap labirin raksasa itu.
Bersambung...
Jumat, 06 April 2012
Kenestapaan yang Harus dilawan
Hari ini kita makan apa ?
salah satu hal diluar kuasa manusia adalah ia tidak dapat memilih untuk dilahirkan di keluarga mana, dalam keadaan seperti apa dan budaya seperti apa. manusia harus berjuang dengan potensi yang dimilikinyya. selama masih hidup selalu ikhiar dan berdoa. jika kamu merasa putus asa dan menyesali, adalah salah besar karena kamu adalah manusia terpilih yang bisa menjalani semuanya.
aku menatap keruh air sungai yang hitam, bau dan dipenuhi sampah rumah tangga. arusnya langsung ke laut. sungai plumpang yang melegenda. dahulu menjadi tempat pembuangan mayat. sekarang juga masih sering di temukan mayat. terakhir mayat perempuan tanpa kepala yang diketahui kemudian sebagai korban pemerkosaan, perampokan dan pembunuhan.
di ujung sungai ada pintu air yang menampung sampah untuk di keruk. anak-anak dengan alat bantu tongkat besi yang ujungnya bengkok sibuk mengais-ngais botol aqua bekas. mereka menggendong karung besar di bahunya. sesekali bercanda dengan anak-anak lainnya. ada bapak-bapak di samping gerobak yang di parkir di samping gundukan sampah. ah biasa, pemandangan ini wajar. di jakarta memang banyak pemulung. aku juga sudah mahfum dengan kehidupan mereka. aku pernah bertanya pada salah satu anak namanya Tian, mengapa dia tidak sekolah saja? jawabannya malah ngelantur. dia bilang kan sudah banyak orang pintar. dokter sudah banyak, polisi banyak, guru banyak, presiden juga banyak. lalu untuk apa kita sekolah? mending cari makan buat esok hari. jika dipikir-pikir sekilas ada benarnya juga. lebih baik mencari makan. Tian tidak punya Ibu, hanya ada seorang Bapak dan sudara laki-lakinya.
getek yang membawaku menyeberang sungai ini sudah menepi. di jakarta masih ada getek. untuk ke sekolah di jalan anggrek sangat efisien karena harus memutar lewat jembatan yang jauh. aku membayar 500 rupiah kepada Abang Bahar. pekerjaannya selain menjadi tukang tarik getek juga kadang sebagai tukang ojek sepeda. orangnya baik , tulus dan menyenangkan, tetapi aku kurang respect karena dia tidak solat dan sukanya main kartu. bahkan terkadang ia mabuk-mabukan.
siapa bilang hidup di jakarta enak? disini kamu bisa melihat sendiri. di perkampungan Babakan ngantai. banyak preman mabuk, banyak pemulung, Gangnya sempit dan jika musim hujan pasti banjir. terkadang selama dua minggu tidak ada air bersih yang bisa di akses. lalu biasanya warga beramai-ramai membobol instalasi air di komplek perumahan mewah sebelah.
pemukiman ini sangat padat dan sumpek. sering terjadi kebakaran juga. dan jika siang hari terik mentari akan mengoven rumah-rumah beratapkan seng. dapat dipastikan tingkat stress penduduknya sangat tinggi.
aku berjalan menyusuri gank itu. lantas menyapa pedagang gorengan langgananku. yah biasanya aku membeli tahu atau tempe goreng seharga 500 sebagai lauk makan. cukup nasi dan gorengan serta air putih secukupnya. sangat enak dan nikmat. kadang-kadang aku membeli gado-gado seharga 3500 untuk dimakan bersama dengan adik dan kakaku. biasanya aku memasak nasi sendiri untuk menghemat pengeluaran. orang tuaku? huf.. jangan tanya mereka ada dimana. mereka ada jauh di sana. menyebalkan memang sejak smp sudah harus tinggal sendiri. tidak ada tempat curhat, tidak ada kasih sayang dan jika sakit harus beli obat sendiri. ah lagi-lagi aku mengeluh. terkadang aku memang tidak kuat menahan ini semua. hanya mengeluh saja kerjaanku. bagaimana tidak, aku sekolah di smp elit di jakarta utara. melihat mereka-mereka yang terwat dan diantar jemput orang tuanya. aku merasa iri, terkadang iri dengan gadged yang mereka punya. itu hal yang wajar kan? meskipun teman sekelas si Adit suka meinjemin Nokia N gage nya dan si Yuda yang sering mengajak ke Rumahnya memberiku makanan namanya Pizza tetapi tetap saja hidupku jauh sepadan dari mereka.
sekali lagi dilarang mengeluh ya...
pernah suatu ketika aku menelan empat pil obat tidur. *tede namanya. huih buakannya tidur malah bicaraku ngelantur. syaraf mata, mulut otak langsung disconect. itu gara-gara penderitaan tidak bisa tidur selama di komplek kumuh ini. tetapi mau bagaimana lagi?salah satu hal yang aku takutkan di pemukiman ini adalah tawuran. jika tawuran antar pemuda terjadi aku harus sigap dan pergi menghindar.
*
Tian oh Tian
malam itu hujan begitu lebat. air mulai mengisi got-got di pemukiman ini. untunglah tidak terjadi banjir. pagi ini aku berangkat sekolah dan meliha Tian dengan Saudara laki-lakinya. mereka berdua tetap mengais botol aqua bekas. perkilo dihargai 4000 rupiah. yah aku tahu karena beberapa waktu lalu aku sempat memulung dengan temanku. mungkin penghasilan keluarga Tian hanya 16 ribu sehari. itu hanya cukup untuk makan bertiga selama dua kali sehari. jika ada sisa mungkin untuk di tabung.
perutku mual saat melintasi tempat pengumpulan sampah di pinggir kali. baunya luar biasa , biadab dan membunuh syaraf pernapasanku. mungkin sampah itu bisa menjadi senjadi biologis dan senjadi kimia. aku heran mengapa pemulung itu bisa bertahan dengan kondisi seperti ini? keterpaksaan atau kebiasaan ya?
tiba di sekolah. saatnya apel pagi. aku membenci kebiasaan ini. malas berbaris. belum sarapan. kepala sekola mendoktrin dengan segala aturan disiplinnya. seolah jika kita mentaati peraturan sekolah kita akan menadi sukses seperti para alumni. toh ternyata ada juga yang sukses menjadi koruptor. Gayus tambunan (petugas dirjen pajak) adalah alumni dari sekolahku waktu dulu. rumahnya di warakas pemukiman kumuh tepat di seberang Kelapa gading pemukiman super elite. mungkin dia balas dendam atas kehidupan masa lamapaunya dengan korupsi dan berhasil membeli rumah mewah di Kelapa gading.
bersambung....
Kamis, 05 April 2012
Jika kau Ingin tahu Rasa Sayang Ibu Kepada Anaknya....
sebegitu beratkah hidup ini Mah?
"Usia mamah sudah 65 tahun, tinggal sedikit lagi sisa umur ini, cepat atau lambat akan menghadap yang kuasa. Mamah hanya ingin berbuat kebaikan. Dua anak mamah sudah lama meninggal. ketika itu persis saat menjadi mahasiswa seperti kamu. jika sempat, luangkan waktu untuk mampir ke rumah Mamah. pintu rumah mamah terbuka lebar untuk kamu. kamu sangat rapuh nak, dan Mamah biasa bersama jiwa-jiwa yang rapuh"
Jumat 30 maret 2012, di dalam gerbong kereta Mutiara Selatan menuju bandung. waktu itu sekitar jam 5 pagi. aku duduk di dekat pintu gerbong. pintu kubiarkan terbuka agar angin pagi masuk dan memberikan kesegaran tubuhku. Tatapanku mataku kosong meskipun di hadapanku hamparan perbukitan menyajikan pemandangan yang elok. perjalanan kali ini tidak biasa karena ada yang sepesial. ada dia, gadis berjilbab yang selama ini aku kagumi. entah mengapa aku bisa sedekat ini dengan dia. bahkan jika mau aku bisa menggenggam tangannya. tetapi itu perbuatan bodoh.
kereta ini berjalan dari stasiun tugu Jogjakarta menuju stasiun hall bandung. kami berenam membawa misi khusus. Misi keilmuan, atas nama intelektualitas, di atas sebuah keyakinan dan dibarengi ikhtiar terus menerus.
Saat tubuhku bersandar pada dekat pintu gerbong, seorang Ibu datang. wajahnya terlihat lelah, tetapi lelah bukan karena perjalanan kereta yang ia tempuh dari surabaya. lelah dengan makna lain. lelah dengan cobaan hidup. entah aku tidak mengerti. kehilangan orang yang dikasihinya mungkin bisa disebut sebagai cobaan hidup. tetapi kehilangan bisa saja sebuah teguran kan? sepertinya aku belum cukup memahami makna kehilangan seperti apa.
beliau menghampiri aku di dekat pintu gerbong, bersandar, lalu menyapa.
"Nak, izinkan ibu merokok ya"
aku mengangguk biasa.
tangannya mengeluarkan sebatang rokok dari balik tasnya. kemudian memasukkan ke mulut dan membakar ujungnya dengan korek api, lalu menghisap dengan lembut dan melepas hisapannya. terlalu asing bagiku melihat seorang Ibu berjilbab dan merokok. sepertinya beliau mengerti apa yang aku pikirkan.
kereta berjalan lambat dan bergetar diiringi goncangan naik turun di setiap sambungan rell. Tubuh mungilku di hempas angin pagi dari pintu gerbong.
Ibu kembali menyapa lagi
"maaf ya nak, jangan heran melihat ibu merokok, kamu tidak merokok?"
"tidak ibu" jawabku singkat dengan gelengan kepala.
"bagus nak , jangan pernah perokok ya" jawabnya lagi
lalu ia menceritakan beberapa hal yang tentang hidupnya. mengawali dengan kalimat yang bermakna dalam. bukan Khotbah agama atau orasi ilmiah.
"sepahit apapun hidup ini harus tetap dijalani dengan optimis, bekerja keras dan ikhlas"
"mamah membawa tanaman hias untuk ditanam di makam anak mamah. Mamah ingin membersihkan makam dari rumput-rumput liar, dan berdoa di depan makam"
"kenyataan memang pahit tetapi harus kita terima"
lalu dengan segala keterbukaannya, mamah membiarkan setiap kata-kata mengalir dari ucapannya. aku mendengarkan dan satu persatu kata-kata itu masuk ke otakku, diproses lalu tubuhku merespon. respon yang dikenal sebagai perasaan.
Aku melihat raut wajah Beliau seperti Ibu yang ingin menyalurkan kasih sayangnya. setelah mendengar cerita darinya aku dapat mengerti perasaannya.
kedua anaknya telah meninggal saat seusiaku. saat menjadi mahasiswa. saat menjadi kebanggaan.
pasti menyakitkan, perih dan entah kata-kata seperti apa yang patut ditulis. memang sedih kesepian dan rasa kehilangan menyelimudi tubuhnya. tubuh sebagai seorang ibu. selama duapuluh tahun lebih membesarkan anaknya. menyusui, menyuapi, memberi makan dan mengajarkan berjalan.
Sepertinya Ibu ingin menangis tetapi terlanjur air mata sudah habis. lantas Ibu ingin berteriak namun suara sudah serak. lantas ingin berlalri namun tubuhnya terlihat lelah. ikhlas adalah satu-satunya ungkapan yang tepat untuk menghadapi semua ini, tetapi menjalaninya tidak semudah berkata-kata kan? 25 tahun telah berlalu. kenangan yang ditinggalkan akan tetap dirasa perih, pedih dan sunyi menyakitkan.
Apa yang aku rasakan seperti sebuah teguran halus. jika selama ini kadang aku membenci masa laluku dengan Ibuku, sekarang aku lebih mencintai Ibuku. betapu Ibu pasti menyayangi anaknya. rasa sayangnya tidak dapat diungkapkan. mungkin karena saking besarnya rasa itu sehingga Ibuku tak kuasa untuk mengungkapkan dengan kata-kata. tetapi aku ingin mendengar kata-kata sayang itu langsung dari bibirnya. ya, semoga di bulan delapan nanti aku bisa merasakan kasih sayangnya. semoga....
"nanti dari setasiun mamah ke rumah naik apa?" aku bertanya
"sepertinya naik taksi nak, Baik sudah dekat, mamah bersiap-siap dulu ya, Tetap semangat optimis!"
sikutnya menekuk dan tangannya mengepal di samping telingannya.
aku merespon dengan acungan jempol dan sebuah senyuman.
Akhirnya kereta tiba di stasiun Hall bandung.
pelajaran kali ini tentang kasih sayang kepada Ibu. mungkin selama ini Ibu tidak pernah memeluk, tidak pernah mencium dan mengungkpakan rasa sayangnya. tetapi bukan berarti Ibu tidak sayang. hanya saja Ibu terlalu lemah untuk mengatakan semua. Jika kau belum pernah mendengar ungkapan kasih sayang dari ibumu, jangan pernah menunggu. katakan dan ungkapkan rasa sayangmu kepada ibumu.
"Seandainya kalian tahu seberapa besar kasih sayang seorang Ibu, maka itu boleh jadi bahkan belum sepersepuluh saja dari sejatinya" mengutip Novel serial anak-anak mamak, Tere liye
"Usia mamah sudah 65 tahun, tinggal sedikit lagi sisa umur ini, cepat atau lambat akan menghadap yang kuasa. Mamah hanya ingin berbuat kebaikan. Dua anak mamah sudah lama meninggal. ketika itu persis saat menjadi mahasiswa seperti kamu. jika sempat, luangkan waktu untuk mampir ke rumah Mamah. pintu rumah mamah terbuka lebar untuk kamu. kamu sangat rapuh nak, dan Mamah biasa bersama jiwa-jiwa yang rapuh"
Jumat 30 maret 2012, di dalam gerbong kereta Mutiara Selatan menuju bandung. waktu itu sekitar jam 5 pagi. aku duduk di dekat pintu gerbong. pintu kubiarkan terbuka agar angin pagi masuk dan memberikan kesegaran tubuhku. Tatapanku mataku kosong meskipun di hadapanku hamparan perbukitan menyajikan pemandangan yang elok. perjalanan kali ini tidak biasa karena ada yang sepesial. ada dia, gadis berjilbab yang selama ini aku kagumi. entah mengapa aku bisa sedekat ini dengan dia. bahkan jika mau aku bisa menggenggam tangannya. tetapi itu perbuatan bodoh.
kereta ini berjalan dari stasiun tugu Jogjakarta menuju stasiun hall bandung. kami berenam membawa misi khusus. Misi keilmuan, atas nama intelektualitas, di atas sebuah keyakinan dan dibarengi ikhtiar terus menerus.
Saat tubuhku bersandar pada dekat pintu gerbong, seorang Ibu datang. wajahnya terlihat lelah, tetapi lelah bukan karena perjalanan kereta yang ia tempuh dari surabaya. lelah dengan makna lain. lelah dengan cobaan hidup. entah aku tidak mengerti. kehilangan orang yang dikasihinya mungkin bisa disebut sebagai cobaan hidup. tetapi kehilangan bisa saja sebuah teguran kan? sepertinya aku belum cukup memahami makna kehilangan seperti apa.
beliau menghampiri aku di dekat pintu gerbong, bersandar, lalu menyapa.
"Nak, izinkan ibu merokok ya"
aku mengangguk biasa.
tangannya mengeluarkan sebatang rokok dari balik tasnya. kemudian memasukkan ke mulut dan membakar ujungnya dengan korek api, lalu menghisap dengan lembut dan melepas hisapannya. terlalu asing bagiku melihat seorang Ibu berjilbab dan merokok. sepertinya beliau mengerti apa yang aku pikirkan.
kereta berjalan lambat dan bergetar diiringi goncangan naik turun di setiap sambungan rell. Tubuh mungilku di hempas angin pagi dari pintu gerbong.
Ibu kembali menyapa lagi
"maaf ya nak, jangan heran melihat ibu merokok, kamu tidak merokok?"
"tidak ibu" jawabku singkat dengan gelengan kepala.
"bagus nak , jangan pernah perokok ya" jawabnya lagi
lalu ia menceritakan beberapa hal yang tentang hidupnya. mengawali dengan kalimat yang bermakna dalam. bukan Khotbah agama atau orasi ilmiah.
"sepahit apapun hidup ini harus tetap dijalani dengan optimis, bekerja keras dan ikhlas"
"mamah membawa tanaman hias untuk ditanam di makam anak mamah. Mamah ingin membersihkan makam dari rumput-rumput liar, dan berdoa di depan makam"
"kenyataan memang pahit tetapi harus kita terima"
lalu dengan segala keterbukaannya, mamah membiarkan setiap kata-kata mengalir dari ucapannya. aku mendengarkan dan satu persatu kata-kata itu masuk ke otakku, diproses lalu tubuhku merespon. respon yang dikenal sebagai perasaan.
Aku melihat raut wajah Beliau seperti Ibu yang ingin menyalurkan kasih sayangnya. setelah mendengar cerita darinya aku dapat mengerti perasaannya.
kedua anaknya telah meninggal saat seusiaku. saat menjadi mahasiswa. saat menjadi kebanggaan.
pasti menyakitkan, perih dan entah kata-kata seperti apa yang patut ditulis. memang sedih kesepian dan rasa kehilangan menyelimudi tubuhnya. tubuh sebagai seorang ibu. selama duapuluh tahun lebih membesarkan anaknya. menyusui, menyuapi, memberi makan dan mengajarkan berjalan.
Sepertinya Ibu ingin menangis tetapi terlanjur air mata sudah habis. lantas Ibu ingin berteriak namun suara sudah serak. lantas ingin berlalri namun tubuhnya terlihat lelah. ikhlas adalah satu-satunya ungkapan yang tepat untuk menghadapi semua ini, tetapi menjalaninya tidak semudah berkata-kata kan? 25 tahun telah berlalu. kenangan yang ditinggalkan akan tetap dirasa perih, pedih dan sunyi menyakitkan.
Apa yang aku rasakan seperti sebuah teguran halus. jika selama ini kadang aku membenci masa laluku dengan Ibuku, sekarang aku lebih mencintai Ibuku. betapu Ibu pasti menyayangi anaknya. rasa sayangnya tidak dapat diungkapkan. mungkin karena saking besarnya rasa itu sehingga Ibuku tak kuasa untuk mengungkapkan dengan kata-kata. tetapi aku ingin mendengar kata-kata sayang itu langsung dari bibirnya. ya, semoga di bulan delapan nanti aku bisa merasakan kasih sayangnya. semoga....
"nanti dari setasiun mamah ke rumah naik apa?" aku bertanya
"sepertinya naik taksi nak, Baik sudah dekat, mamah bersiap-siap dulu ya, Tetap semangat optimis!"
sikutnya menekuk dan tangannya mengepal di samping telingannya.
aku merespon dengan acungan jempol dan sebuah senyuman.
Akhirnya kereta tiba di stasiun Hall bandung.
pelajaran kali ini tentang kasih sayang kepada Ibu. mungkin selama ini Ibu tidak pernah memeluk, tidak pernah mencium dan mengungkpakan rasa sayangnya. tetapi bukan berarti Ibu tidak sayang. hanya saja Ibu terlalu lemah untuk mengatakan semua. Jika kau belum pernah mendengar ungkapan kasih sayang dari ibumu, jangan pernah menunggu. katakan dan ungkapkan rasa sayangmu kepada ibumu.
"Seandainya kalian tahu seberapa besar kasih sayang seorang Ibu, maka itu boleh jadi bahkan belum sepersepuluh saja dari sejatinya" mengutip Novel serial anak-anak mamak, Tere liye
Langganan:
Postingan (Atom)