Pengalaman adalah pelajaran yang paling berharga. Kita bisa mengambil hikmah dari itu semua. Sebuah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan apa yang saya alami kemarin. Kejadian itu remeh, tapi bisa berakibat fatal. Malah bikin ketawa-ketawa sendiri. Oh, betapa bodohnya saya. Kejadian hari kemarin benar-benar bikin saya lebih berhati-hari dan tetap tenang. Berkali-kali saya istigfar. Astagfirullah.... :D
Kejadian bearwal ketika HP saya berdering. Saya lihat ternyata itu telp dari si Wisnu, teman kos saya.
Saya : Waalaikum salam, ada apa nu?
Wisnu : Pri, bisa jemput aku nggak, di Bandara Adisucipto.
Saya : Sekarang?
Wisu : Iya, bisa nggak?
Saya : 20 menit ya aku sampe ke situ?
Wisnu : oke.
Niat Tulus Itu...
Sesama teman kita tentunya harus saling tolong menolong. Kebetulan juga si Wisnu sering menjemput saya di stasiun Tugu. Maka saya banyak berhutang budi sama si Wisnu. Ini kesempatan untuk membalas segala kebaikannya. Meskipun agak males sih. hehehe, tapi berbekal niat tulus saya langsung ganti pakaian dan menyiapkan dompet dan kunci motor. Di kamar ada Catur dan Antok, jadi nggak perlu mengunci kamar.
Dengan motor honda kesayangan, saya meluncur ke arah timur. Lalulintas di sepanjang jalan padat merayap. Terik siang matahari menambah keseruan di siang itu. Saya menggeber gas sampai kira-kira 60 km perjam. Saya tidak berani kenceng-kenceng soalnya motor ini sudah nggak balance. Sambil jalan saya sempat melamun, di dalam pikiran saya bertanya-tanya. Sendang apa si wisnu di bandara? Pertanyaan itu saya jawab sendiri. Paling dia beli tiket untuk pulang kampung ke kalimantan. Saya dengar-dingar dia mau pulang ke kalimantan. Tapi kok nggak di agen pariwisata aja ya. Lalu saya mengalihkn pikiran saya kepada hal yang lain.
Hemm, nanti jam 1 ujian. Tugas akhir belum dijilid. Terus jam 3 juga ujian
close book. Kalo nggak belajar lagi bisa gawat jeblok dan rugi nih. Kira-kira soal yang bakalan di keluarkan dosen seperti apa ya? Nanti selesai menjemput Wisnu saya berniat belajar lagi.
16 menit kemudian saya sampai di depan bandara. Lalu saya hubungi Wisnu untuk mengetahui keberadaannya.
Saya : Halo, nu, koe dimana?
Wisnu : Di depan pintu depan bandara yang ada bacaan International airpot.
Saya : oke tunggu ya.
saya pun balik lagi keluar pintu bandara, lalu bertemu si Wisnu. Terjadilah spenggal percakapan itu :
Wisnu : (mau naik membonceng motor saya), Helm nya mana pri?
saya : Helm ? ini (saya sambil menunjuk helm yang saya pake)
Wisnu : Bukan, Koe ora nggowo helm nggo aku? (kamu tidak membawa helm buat saya?
Saya : hah? (sambil bermuga bodoh dan konyol)
Astagfirullah... Lupa
saya hanya nyengir sejadi jadinya. Dasar o'on. Gimana bisa kok jemput orang bawa helmnya cuma satu. haduh... :S
Gimana dong, di jalan raya tertib lalu lintas nggak pake helm sama saja menyerahkan diri untuk di tilang oleh pak polisi.
saya : Udah naik aja nu, nanti gampang. kita berdoa saja tidak ada polisi
Si Wisnu pun naik dan saya langusng tancap gas. Setelah bebarapa saat perjalanan, disebuah pertigaan lampu merah dari kejauhan terlihar banyak kendaraan polisi berjejear di Pos. Ada mobil, motor BM dan motor Tiger bercorak polantas. Alamak, bisa-bisa gawat nih. Kalo lewat pasti terlihat polisi dan pasti dengan mtor ber cc bersarnya mereka akan memburu kita. Motor saya cuma 60 km perjam. Lah paling nggak sampai semenit sudah tertangkap. Bisa-bisa kena tilang nih. haduh, mana dompet kosong. nantii urusannya tambah panjang.
Wisnu : Pri, pri, berenti dulu .. di depan banyak polisi
saya : oke, nu. Koe jalan aja yah, sampai pos polisi lewat.
Saya mikir lagi. Kalo setiap ada pos polisi berenti-berenti terus, lalu kapan sampainya? waduh dari pada resiko kecelakaan dan ketangkap polisi mending ikut aturan aja deh.
Saya :Begini aja deh nu, dari pada repot-repot, koe tunggu aja di sekitar sini. Saya balik ke kos dulu ambil helm.
Akhirnya setelah menimbang-nimbang jalan terbaik dan untuk menghindari resiko kecelakaan maupun tertangkap polisi maka saya kembali ke kos untuk mengambil helm. Inilah pola pikir saya yang masih ber
mindset wong ndeso. Saya hanya taat hukum karena ada polisi. jadi pakai helm karena takut polisi bukan karena mentaati undang-undang. Entah apa saya yang kuran beradab atau memang di dalam diri saya mengalir darah Indonesia yang memang seperti itu. Entahlah, memang kesadaran hukum di negeri ini masih lemah.
Saya berusaha untuk sabar. Niat membantu teman tetapi urusan jadi malah kacau semua. Gara-gara nggak bawa hlm jadi bolak-balik di tenah keramaian kota. Plus dapat bonus terik siang matahari. Ini gara-gara saya yang pelupa alias sudah pikun. Tapi terlepas dari itu semua, saya berusaha untuk tersenyum. Ya, ini masalah sederhana. Hadapi semua dengan senyuman. Toh masih banyak orang lain yang mendapatkan cobaan lebih berat.
15 menit kemudian saya sampai di kos. Kebetulan di dapan kos banyak motor dan ada helm yang nganggur. Saya ambil helm si Antok. Dia nggak akan marah kalo helmnya di pinjam. Dengan terburu-buru saya langsung menuju Bandara Adisucipto dan saya lihat di
Indikator light bensin sudah berkedip-kedip. Waduh, dimana jadinya nih kalo habis. Mana nggak bawa uang.
Di Sekitar daerah Janti tiba-tiba mesin motor saya kehilangan daya. di Gas pun sudah terbatuk-batuk. Dugaan saya benar. Bensin motor saya habis total. Haduh, gimana nih. Apakah ini sebuah cobaan ? Inilah hasil dari pada keteledoran saya selama ini. Ya salammmmmm
Minggir-minggir-minggir!
Di tengah padatnya lalau lintas di sekitar jembatan Janti saya pinggirkan motor saya. Otomatis mau tidak mau saya mendorong motor saya di pinggir trotoar dan berharap ada tukang bensin. Biarpun tidak ada uang nanati saya akan coba melobi tukang bensin eceran untuk meneria Kartu identitas sebagai jaminan. Mungkin nanti setelah ini saya akan meminjam uang wisnu untuk mengambil kartu identitas saya. Terik matahari menambah penderitaan yang saya alami.
Akhirnya saya tertolong, juga tukan bensin eceran. saya meninggalkan identitas dan meluncur lagi ke Arah Adisucipto menjemput kawan saya yang mungkin sudah jamuran menunggu saya. Heheheh :P
Setelah menjemput Wisnu dan membayar utang di tukan bensin. Urusan saya belum selesai. Ada dua ujian UAS yang harus saya tempuh. Pada waktu zuhur, Saya pun bersimpuh di atas sajadah. Bersujud dan memohon doa kepada Allah agar nanti ujian diberi kelancaran. Saya bersyukur bisa menghadapi cobaan pada hari ini. Kekikiran saya sebagai manusia diingatkan lagi oleh Allah. Sepandai apapun kita, secerdas apapun kita, jika Allah bekehendak maka semua itu akan sirna. Pikiran kita akan lupa dengan segala hal yang berbau diniawi jika banyak pikiran di dalam diri kita. Itulah Hikmah hari ini...